Profesionalitas
Rupanya aku saat ini berada difase menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Fase yang menurutku cukup menantang dan mengasah profesionalitas yang ada. Disatu sisi kita harus profesional ketika bekerja, apapun yang terjadi didiri kita ketika berada di rumah, tidak bisa kita bawa kepekerjaan dan menyangkut pautkan antar dua urusan itu. Fase itu memang menuntutku untuk belajar profesional. Menurutku perbedaan dan untuk menjadi dua kepribadian secara cepat atau bermanuver dari satu sisi ke sisi yang lainnya dengan cepat, menurutku membutuhkan effort yang tinggi. Tidak semua orang mungkin bisa melakukannya hal itu dengan mudah. Terkadang urusan keluarga atau pribadi masih terbawa ketika kerja ataupun sebaliknya.
Kita memang tidak bisa menyalahkan akan hal-hal tersebut, karena kita sendiripun terkadang mengalami hal tersebut. Ketika hal itu terjadi di diri kita, kita tidak bisa mengelak ataupun melakukan hal lainnya. Yang kita bisa lakukan hanyalah mengontrol dan mempertebal batas antar kedua hal tersebut. Hal yang mungkin bisa menjadi sangat sensitif ketika kita membawanya bukan kepada zonanya. Bisa jadi hal itu justru akan menjadi boomerang untuk kita sendiri.
Kondisi dimana saat ini sudah memasuki usia-usianya yang tepat untuk menjalin suatu komitmen dengan orang, justru masih disibukan dengan dunia kerja yang cukup menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Semakin hari, kebutuhan akan support system pun menjadi sangat perlu saat ini, ini dikarenakan intensitas pekerjaan yang mungkin semakin meningkat, perlu tempat untuk bercerita dan saling bertukar cerita. Kenapa bukan keluarga?? karena prinsip yang kulakukan saat ini adalah sebisa mungkin masalah dipekerjaan tidak akan kuceritakan kepada orang tuaku apalagi adekku. Aku yang memutuskan untuk bekerja dan mengambil pilihan ini, maka aku yang harus bertanggung jawab atas pilihan yang kuambil saat ini. Suka duka yang terjadi itulah tanggung jawabku atas pilihan yang kuambil. Banyak drama dan cerita selama bekerja, itulah yang akan kuambil ilmunya untuk bekal nantinya, karena ilmu ini tidak akan kudapat ketika kuliah. Ilmu-ilmu sosial yang mungkin mahasiswa-mahasiswa jurusan sosial ataupun kluster sosial pun tidak akan mendapatinya.
Mencari tempat untuk bercerita atau saling bertukar cerita dan saling support pun bukan persoalan yang mudah. Disini kita terkadang dihadapkan dengan berbagai banyak persoalan yang macam-macam dan tidak akan sama antar satu orang dengan orang lainnya. Dari sinilah, yang bisa membuat batas antara urusan pribadi dan profesionalitas pekerjaan tercampur aduk. Batas antara kedua hal itu bisa menjadi sangat tipis disini. Apa yang dialami ketika berproses mencari tempat untuk bercerita bisa terbawa sampai ke pekerjaan. Pusing, bad mood, marah, kesal, itu bisa mempengaruhi ke pekerjaan dan nantinya akan berdampak kepada orang-orang yang berinteraksi kepada kita di pekerjaan. Ketika hal itu terjadi, yang namanya profesionalitas dalam bekerja rasanya hanya berapa persen saja dan sebagian besar keputusan ataupun langkah yang diambil tidak murni dari apa yang kita pikirkan, lebih banyak dipegaruhi oleh emosi sesaat.
Setiap orang memang punya ceritanya masing-masing. Setiap orang juga punya jalan penyelesaiannya masing-masing. Terkadang, teman kerja itu hanya bisa sebatas memberi support yang seadanya. Menurutku, diri kita sendirilah yang memutuskan masukan mana yang masuk akan ketika kita menghadapi masalah yang sedang kita hadapi. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menghadapi tipisnya dinding keprofesionalitasan ini. Dan setiap orang punya caranya untuk bisa mempertebal antara dinding keprofesionalitasan itu.
Beberapa pengalamanku ketika menghadapi cobaan itu, ketika waktu sekolah pernah aku menghadapi teman yang mungkin emosinya masih memuncak ataupun dalam kondisi tidak baik-baik saja tetapi dibawa ke organisasi, sehingga tim yang menjadi anggotanya kena imbasnya. Begitu juga dengan diriku yang kurang bisa mengontrol salah satunya emosi sehingga disitu sifat profesionalitasanku kalah dengan egoku.
Memasuki bangku perkuliahan, hal yang serupa terjadi. Apalagi memasuki ke dunia kerja. Hal seperti itu, menghadapi tipisnya dinding profesionalitas ini semakin sering terjadi. Mengingat, ketika di dunia kerja semakin beraneka ragam rekan kerja kita, latar belakang mereka yang sangat majemuk, tidak bisa disamaratakan. Dengan begitu, pintar-pintarnya kita yang mengatur diri kita sendiri agar tidak terjerumus dalam ego kita. Memang terkadang, orang disekitar kita yang menjadi sasaran empuk ketika kita masih dalam kondisi emosi yang menggebu-gebu. Ketika kita kalah dalam mengontrol emosi kita, disitulah bisa jadi kita bertindak seenak kita, melakukan hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Hal-hal itu kita akan sadar ketika emosi atau tensi kita sudah menurun dan berakhir dengan penyesalan yang telah kita lakukan. Untuk apa kita melakukan hal tersebut, tidak ada manfaatnya. Justru akan membuat kita rugi.